Ketua PW IWO Riau Minta Kejaksaan Memanusiakan Manusia dalam Kasus Datuk Bahar

Ketua PW IWO Riau Minta Kejaksaan Memanusiakan Manusia dalam Kasus Datuk Bahar

TEMBILAHAN,ANDALAN.CO— Ketua Pengurus Wilayah Ikatan Wartawan Online (PW-IWO) Provinsi Riau, Muridi Susandi, meminta Kejaksaan Negeri Tembilahan dan Kejaksaan Tinggi Riau untuk lebih mengedepankan hati nurani dalam menangani perkara pidana yang menjerat seorang tokoh adat, Datuk Bahar Kamil, beserta anaknya. Pernyataan itu disampaikan menyusul kondisi memprihatinkan sang tetua adat yang tetap ditahan meski berada dalam keadaan sakit dan usia lanjut.

Muridi Susandi mendesak aparat penegak hukum agar memberikan pengalihan status penahanan menjadi tahanan kota bagi terdakwa Datuk Bahar Kamil dan Sudirman Kamil, dengan pertimbangan kemanusiaan dan kondisi kesehatan.

Permintaan itu datang dari:

Muridi Susandi, Ketua PW IWO Provinsi Riau.

Ditujukan kepada Kejaksaan Negeri Tembilahan dan Kejaksaan Tinggi Riau.

Perkara menyangkut Datuk Bahar Kamil, seorang Ninik Mamak Melayu kecamatan Kemuning, kabupaten Indragiri hilir, berusia lebih dari 70 tahun, serta anaknya Sudirman Kamil.

Situasi ini mencuat dalam sidang keempat di Pengadilan Negeri Tembilahan, perkara nomor 295/Pid.B/2025/PN Tbh.

Pernyataan Muridi merespons jalannya sidang pada Selasa, 10 Desember 2025, di mana Datuk Bahar kembali hadir sebagai tahanan meski dalam kondisi fisik yang melemah.

Muridi menegaskan bahwa penegakan hukum seharusnya mamanusiakan manusia. Menurutnya, mempertahankan penahanan terhadap seorang lansia yang sedang sakit bukan hanya tidak sejalan dengan asas keadilan, tetapi juga bertentangan dengan nilai kemanusiaan.

Ia mengingatkan bahwa terdakwa lain dalam perkara serupa, Suhadi Afandi, telah menerima status tahanan kota karena alasan usia dan kesehatan.

“Kami meminta Kejari Tembilahan dan Kejati Riau memperjuangkan hukum dengan hati nurani, mamanusiakan manusia. Berikanlah kelonggaran tahanan kota bagi kedua terdakwa,” tegas Muridi Susandi.

Desakan ini diperkuat oleh langkah PBH LAMR (Pusat Bantuan Hukum Lembaga Adat Melayu Riau) yang telah mengajukan permohonan penangguhan penahanan dan pengalihan menjadi tahanan kota.
Penasihat hukum PBH LAMR, Puan Devia Fitriana Fardika, serta Ketua PBH LAMR, Datuk Zainul Akmal, menyoroti empat alasan utama:

1. Kondisi fisik terdakwa yang terus melemah,

2. Jaminan keluarga yang kuat,

3. Tidak adanya risiko melarikan diri,

4. Hak terdakwa atas kesehatan dan asas praduga tak bersalah.

Namun hingga kini, permohonan tersebut belum mendapat respons dari pihak kejaksaan.

Ketika Datuk Bahar dipapah memasuki ruang sidang, suasana berubah hening. Nafasnya tampak berat, tangannya bergetar, namun ia tetap harus menjalani proses hukum di balik status tahanan Lapas Tembilahan sejak 12 November lalu.

Bagi masyarakat adat Kemuning, persoalan ini bukan sekadar perkara pidana, tetapi menyangkut martabat, sejarah, dan nilai adat yang selama ini dijaga oleh sang tetua.

Muridi Susandi menegaskan bahwa IWO Riau mendukung proses hukum, namun meminta agar aparat penegak hukum mempertimbangkan sisi kemanusiaan.

“Keadilan bukan hanya soal pasal. Keadilan juga soal hati,” ujarnya.

Kini, masyarakat adat, keluarga, dan publik menunggu keputusan Majelis Hakim.

Akankah permohonan kemanusiaan ini dikabulkan? Atau apakah Datuk Bahar akan terus merasakan dinginnya jeruji besi di usia senjanya?

Berita Lainnya

Index