PEKANBARU, ANDALAN.CO-Praktisi Hukum Sarwo Saddam Matondang menyoroti praktik pengembalian dana dalam kasus dugaan korupsi Wilmar Group yang disita Kejaksaan Agung sebesar Rp11,88 triliun. Dalam pernyataan resmi Wilmar Group yang dikutip dari Reuters, mereka mengakui pengembalian uang tersebut dan menyatakan langkah itu dilakukan secara sukarela, sesuai tuntutan jaksa dalam persidangan.
Menurut Pengacara asal Pekanbaru ini, langkah pengembalian uang oleh korporasi yang dituduh menyuap hakim justru membuka preseden berbahaya seolah uang dapat menebus kejahatan sistemik. Ia menyebut upaya pengembalian dana sebelum ada vonis berkekuatan hukum tetap sebagai bagian dari strategi korporasi untuk membentuk opini publik dan mempengaruhi proses hukum secara halus.
“Logikanya jangan dibalik. Jika uang dikembalikan menjelang vonis hakim artinya kita sedang membiarkan peradilan tunduk pada transaksionalisme. Itu bukan hukum, itu kalkulasi bisnis”. Tegasnya pada Selasa, (18/06/2025).
Lanjutnya, jika pengembalian uang dijadikan alat negosiasi pidana, maka penegakan hukum negeri ini sudah tidak bicara hukum lagi melainkan bicara tawar menawar ala pasar gelap peradilan.
“Perintah pada Pasal 4 UU Tipikor itu terang benderang ya, pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidana pelaku. Titik. Tidak ada ruang tafsir untuk menyulap uang menjadi simbol pengampunan. Emangnya tax amnesti apa ?”. Tegasnya lagi.
Pimpinan Kantor Hukum Matondang & Sikumbang ini juga menganggap bahwa upaya Wilmar menyatakan pengembalian sebagai “langkah sukarela” hanyalah hiasan hukum. Faktanya, pengembalian tersebut terjadi di bawah tekanan penyidikan dan ancaman pemidanaan. Bahkan lebih jauh, dugaan suap terhadap majelis hakim yang menjatuhkan vonis onslagh (terbukti tapi tidak pidana) justru memperkuat indikasi bahwa uang digunakan untuk memanipulasi jalannya hukum.
“Ini bukan sekadar soal mereparasi kas negara, tapi soal pelaku yang berupaya membersihkan diri lewat angka-angka. Padahal kata undang-undang koruptor tetaplah koruptor meski uangnya dikembalikan”. Ujarnya.
Mantan Pengacara Klub Sepak Bola PSPS Pekanbaru ini berharap Kejaksaan dan Mahkamah Agung tidak terjebak pada gimmick finansial. Menurutnya, uang bisa disita, tapi niat jahat, persekongkolan, dan perbuatan-perbuatan korup dibelakang tumpukan Rp11,8 Triliun itu tetap ada dan harus dibongkar dan dihukum.