Tarif Parkir Pekanbaru Turun, Cacat Hukum Kah ?

Selasa, 04 Maret 2025 | 07:09:12 WIB
Foto : Ilustrasi (Sumber : google)

Andalan.co - Keputusan Wali Kota Pekanbaru untuk menurunkan tarif parkir melalui Peraturan Wali Kota (Perwako) Nomor 2 Tahun 2025 menuai kontroversi.

Pasalnya, kebijakan ini bertentangan dengan Peraturan Daerah (Perda) Kota Pekanbaru Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang secara hierarki memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan Perwako.

Viktor Parulian SH, Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Pekanbaru menyatakan sepakat dan mendukung penurunan tarif parkir dapat membantu masyarakat dan juga merupakan janji kampanye WaliKota. 
“Namun, regulasi tetap harus diperhatikan. Perda sudah menetapkan tarif parkir untuk sepeda motor sebesar Rp.2.000 dan mobil Rp.3.000, sementara di pasar tradisional tetap Rp.1.000 untuk motor dan Rp.2.000 untuk mobil. Jika tarif parkir ingin diubah, seharusnya yang direvisi adalah Perda, bukan malah mengeluarkan Perwako yang bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi," tegasnya.

Menurutnya, yang lebih memprihatinkan ketika adanya dampak hukum dari kebijakan ini. "Perwako ini sangat rentan digugat oleh pihak ketiga, seperti PT Yabisa yang sudah memiliki kontrak dengan Pemko Pekanbaru. Jika kontrak diubah sepihak tanpa komunikasi dengan mitra terkait, maka ini berpotensi memicu sengketa hukum yang bisa berujung pada kegaduhan," pungkasnya.

Perwako ini bahkan berusaha menarik Perda yang lebih tinggi. "Ini menggelikan! Sejak kapan Perwako bisa membatalkan Perda? Hierarki hukum jelas-jelas menempatkan Perda lebih tinggi dari Perwako. Jika Perwako ini tetap diberlakukan, maka bisa dikatakan cacat hukum!" katanya.

Polemik ini semakin memperlihatkan betapa carut-marutnya kebijakan di Kota Pekanbaru. Alih-alih menyelesaikan persoalan parkir, kebijakan ini justru membuka ruang konflik baru antara Pemko, DPRD, dan pihak ketiga yang telah memiliki kontrak dengan pemerintah. 

Solusi terbaik adalah duduk bersama, membahas revisi Perda secara prosedural, bukan mengambil jalan pintas dengan Perwako yang lemah secara hukum.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Perwako tidak boleh bertentangan dengan Perda. Jika bertentangan, sebagaimana dilansir dari gilangnews.com ada beberapa skenario yang bisa terjadi:

Pembatalan oleh Gubernur atau Mahkamah Agung
Gubernur memiliki kewenangan membatalkan Perwako yang dinilai bertentangan dengan regulasi yang lebih tinggi. Selain itu, pihak yang keberatan juga bisa mengajukan uji materiil ke Mahkamah Agung.

Teguran dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri)
Jika ditemukan pelanggaran dalam penerbitan Perwako, Menteri Dalam Negeri dapat memberikan teguran atau bahkan mencabut kebijakan tersebut.

Gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)
Kelompok yang merasa dirugikan, seperti pengusaha parkir atau masyarakat, bisa menggugat kebijakan ini ke PTUN untuk meminta pembatalan.

Potensi Dugaan Penyalahgunaan Wewenang
Jika kebijakan ini dianggap merugikan masyarakat atau negara, Wali Kota bisa dikenakan sanksi administratif, bahkan bisa berujung pada jerat pidana jika terbukti ada unsur korupsi.

Terkini